Minggu, 01 Juli 2012

Asuransi Dalam Pandangan Islam

Islam memandang asuransi sebagai suatu perbuatan yang mulia karena pada dasarnya Islam senantiasa mengajarkan. umatnya untuk mempersiapkan segala sesuatu secara maksimal, terutama selagi manusia tersebut mampu dan memiliki sumber daya untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan hadist (perkataan Nabi Muhammad SAW) yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi mengatakan:             


"Pergunakanlah lima hal sebelum datangnya lima perkara: muda sebelum tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit, dan hidup sebelum mati."

Jika demikian maka asuransi sesuai dengan makna hadist tersebut, yaitu manusia dianjurkan untuk tidak menyia-nyiakan segala sesuatu, termasuk di dalamnya menghambur-hamburkan kekayaan. Manusia diwajibkan agar dapat mempergunakan kekayaannya untuk hal-hal yang baik dan bermanfaat, seperti mempersiapkan masa depan bagi keluarga dan anak-anak tercinta.

Allah SWT dalam Al Qur'an juga memerintahkan hamba-hambanya untuk senantiasa mempersiapkan diri dalam menghadapi hari esok. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk menabung ataupun berasuransi.

Menabung adalah setiap upaya mengumpulkan sejumlah dana yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan mendesak ataupun kebutuhan yang lebih besar di kemudian hari. Sedangkan, berasuransi adalah mempersiapkan diri ataupun keluarga jika terjadi suatu musibah seperti kecelakaan, penyakit kritis, cacat, meninggal, dll, atau untuk menyiapkan diri jika suatu ketika pencari nafkah atau tulang punggung keluarga "pada usia tertentu sudah tidak produktif lagi, atau mungkin ditakdirkan meninggal dunia.

Oleh sebab itulah, untuk merancang masa depan yang lebih baik dan untuk menghadapi kehidupan di hari esok dengan lebih baik dan terencana sangat diperlukan sebuah perencanaan keuangan yang cermat dan tepat sesuai kebutuhan masing-masing individu.

Namun demikian, walaupun Islam memandang baik asuransi sebagai suatu hal yang baik, namun pada produk-produk asuransi tradisional atau konvensional yang ditemui di pasar masih terdapat tiga unsur utama yang tidak sejalan dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan ketentuan-ketentuan dalam fiqih muamalah.

Ketiga unsur dalam asuransi tradisional atau konvensional yang tidak sesuai dengan prinsip Syariah tersebut (yang dikenal dengan Magrib] adalah:


  1. Maysir ( untung-untungan )
  2. Gharar ( ketidakjelasan informasi )
  3. Riba ( kelebihan dalam pengembalian )

Riba dalam Asuransi Konvensional

Riba’ yaitu keuntungan atau kelebihan pada pengembalian yang berbeda dari nilai aslinya. Kelebihannya biasanya ditentukan pada saat pinjaman dilakukan.

Dalam hukum Islam atau syariah, riba’ dapar terjadi dalam dua situasi utama, yaitu:
(1) Riba’ al duyun yaitu riba’ yang terjadi karena transaksi utang piutang
(2) Riba’ al buyu yaitu riba’ yang terjadi karena transaksi penjualan

Dalam Al Qur’an, larangan melakukan riba ‘ terdapat dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 275, yang berbunyi:

padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ‘..

Dan ayat inilah. para ulama fiqih muamalah mentafsirkan bahwa riba’ dilarang bagi umat Islam untuk melakukannya. Larangan melakukan riba ini mencakup pada akrivitas-aktivitas sebagai berikut :

(1) semua aktivitas pinjam meminjam yang berdasarkan bunga
(2) penghasilan tetap pada deposito bank konvensional

Oleh karena itu, agar sesuai dengan konsep syariah, rnaka produk asuransi syariah tidak boleh mengandung atau melibatkan aktivitas riba’ di dalamnya.

Riba’ dalam asuransi adalah sebagai berikut:
(1) Investasi terhadap premi yang diterima ke dalam akrivitas investasi yang berbasis riba‘
(2) Pinjaman Premi Otomatis (Automatic Premium Loan/APL)
(3) Pinjaman Polis

Pada asuransi tradisional, terdapar unsur-unsur riba ‘ pada penerapannva, seperti :
• Invesrasi premi yang diterima ke dalarn aktivitas investasi yang berbasis riba seperti dlsimpan dalam bentuk deposito.
• Pemegang polis mengambil fasilitas Pinjaman Premi Otomatis, yaitu bila pembayaran premi belum diterima hingga berakhirnya masa tunggu (grace periods). Karena pada polis nasabah sudah memiliki nilai tunai yang cukup untuk digunakan untuk mernbayar premi tersebut, maka perusahaan secara otomatis akan mengambil nilai tunai tersebut dengan status sebagai pinjaman oleh pernegang polis untuk membayar premi tertunggak agar polis tidak batal (lapse). Pada saat jaruh tempo selanjutnya pemegang polis harus membayar pinjaman tersebut plus bunganya serta harus terap membayar premi jatuh tempo berikutnya.
• Pemegang polis meminjam sejumlah uang dari nilai tunai polisnya yang telah terbentuk, dan harus mernbayar pinjaman tersebut plus bunganya.

Pada semua aktivitas tersebut di atas terdapat unsur-unsur riba’ di dalamnya dan semua aktivitas tersebut sama sekali tidak boleh ada dalam produk asuransi yang berbasis syariah.


Gharar ( ketidakjelasan informasi ) dalam Asuransi Konvensional

Gharar yaitu situasi di mana terdapat informasi yang tidak jelas, sehingga teriadi ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.

Gharar dilarang dalam Islam karena.

a) pihak-pihak yang mengikat kontrak tidak mengerti ketentuan/konsekuensi dari kontrak tersebut.

b) sehingga hal ini dapat menempatkan mereka pada posisi tawar menawar yang tidak seimbang dan akibatnva mereka tidak bisa membuat keputusan dengan jelas.

Contoh Gharar pada zaman dahulu, yaitu penjualan yang ditentukan dengan melempar batu. Artinya bahwa pembeli membayar jumlah (harga) tertentu kepada penjual dengan cara nrelempar sebuah batu kepada sejumlah barang. Bila batu tersebut mengenai sebuah barang, maka terjadilah penjualan tersebut. Sehingga hal ini dapat merugikan pihak pembeli karena ada ketidakjelasan tentang ketentuan dan konsekuensi dari transaksi/kontrak tersebut. Dengan demikian posisi tawar menawar (bargaining position) salah satu pihak tersebut tidak seimbang sehingga mereka tidak dapat mengambil keputusan yang jelas berkaitan dengan transaksi tersebur.

Kontrak penjualan semestinya merupakan suatu hal yang sangat serius dan tidak boleh dilakukan dengan metode lempar baru seperti itu.

Gharar yang terdapat dalam asuransi adalah bila seandainya perusahaan asuransi menyatakan akan membayar klaim maksimal 20 hari sejak adanya kesepakatan jumlah klaim yang dibayar. Dalam hal ini terjadi unsur keddakjelasan rnengenai “20 hari”. Apakah meksudnya 20 hari kerja (tldak memasukkan hari Sabtu, Minggu. dan hari libur), ataukah 20 hari kalender?

Maysir (untung-untungan) dalam Asuransi Konvensional

Maysir memiliki definisi: sebagal perjudian atau permainan untung-untungan. Dikatakan untung-untungan karena hasilnya bisa untung bisa juga rugi.
Hal ini dilarang dalam Islam berdasarkan Al Qur’an surat Al Maa-idah (5) ayat 90, yang berbunyi:

“Wahai orang-orang yang beriman Sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, maka hendaklah kamu jauhi agar kamu mendapat keberuntungan.
Contoh maysir yang terdapat dalam asuransi adalah bila perusahaan asuransi menyelenggarakan undian sebagai hadiah pada aktivitas promosi, maka biayanya tidak boleh dibebankan sebagai harga pokok penjualan kepada sernua orang, tetapi harus mumi uang yang dikeluarkan untuk biaya promosi, tidak boleh mengakibatkan manfaat dan premi asuransi lain yang tidak mendapat undian judi berkurang.

1 komentar:

  1. Terima Kasih Atas paparan Manajemen Asuransinya, sangat berguna yang sedang atau akan memilih atau mengetahui info asurasi, manfaat, dan perusahan asuransi, khususnya asuransi kesehatan, pendidikan :)

    Baca juga ya paparan saya mengenai Asuransi Kesehatan | Produk : Unit Link Commonwealth Life

    BalasHapus